Posted
Comments 19

Halo temen-temen Studiosewelas dan orang-orang sak antero jagad raya Internasional, qiqiqi…. Aku mau nyeritain neh… Asal mula kenapa aku memilih Jogja buat tempat kuliah…


Okkay, let’s read my story…


Tahun 2005. Lulus dari SMK Telkom a.k.a Moklet Sandhy Putra adalah saat-saat mendebarkan. Ups, betapa tidak, abis wisuda, sepertinya kita sudah keluar dari kandang pingitan (secara kan masih di kecamatan Kedungkandang). Karena sudah terbiasa di dalam kandang, pas keluar malah bingung, mau ke manakah aku (atau kita lah..) ?


Tet, wisuda telah berakhir, tinggal menunggu menghabiskan sewa kos, aku dan Elyas suka buka-buka koran halaman belakang (biasane halaman belakang mendisplay..(ce iiileh mendisplay) kolom-kolom lowongan pekerjaan. Yuhu… kutemukan ada lowongan admin (kiy mboh durung jelas, admin network atau administrasi biasa :D ) di Mojokerto. Tulisannya siyy perusahan ekspor-impor, dan mengaku perusahaan asing, hiks..


Gak pake lama, kita (aku dan Elyas, red) langsung memberi info ke Linto ama Awan… Nah, mereka juga tertarik kayaknya. Akhirnya kita bikin surat lamaran ke PT tersebut, dan mengantarkannya ke Mojokerto.


Sesudah siap semuanya, kami cabut dari Sawojajar menuju Mojokerto. Aku membonceng Awan nunggang F1ZR punya Bapakku (terus terang iki motore Bapakku, bukan aku yang beli, “duh, kokean bajot kowe Wis, ndang teruske…intine intine…”). Sabar-sabar… Nah, Linto membonceng Elyas naik vespa ijo yang mirip vespanya Lupus itu. Pagi-pagi setengah siang kita dah nyampe Mojokerto, via Japanan.


Keliling-keliling, eh ketemu juga akhirnya. Hm.. agak shock… Kantornya kecil. Di koran bilangnya perusahaan asing, tapi kok gak meyakinkan gini ya. Tapi… udahlah, terlanjur… Akhirnya kita masuk menyampaikan surat lamaran di lantai 1. Ada dua lantai dan mirip ruko. Kita bertemu dengan frontline. Sambil duduk, kok ada suara-suara teriakan seperti meneriakkan yel-yel di lantai 2. Hmmm… aku dah mulai curiga dan sedikit takut juga… “Apakah karawannya di bimen?” (sambil mengingat-ingat kisah paskiBRA). Front office menerima lamaran kita, dan diminta kembali beberapa hari kemudian. Nah, pas mau pulang itu, Linto sama Awan udah nggak yakin ke situ lagi. Ah gak bonafit, begitu Linto bilang. Akhirnya kita balik ke Sawojajar pada siang hari. Ngebut… dan langsung mendarat di Warung Banyuwangi (waktu itu di pertigaan depan sekolah). Langsung mbadokkk…. wes luwe soale… Nah di situ kita sambil ngobrol-ngobrol.


Wawancara. Aku bersama Personal Manager (aslinya banyuwangi, tapi tinggal di Malang dengan mobil Taruna). Kurang lebih (maaf sebagian percakapan sudah lupa) seperti ini:


PM: “Mas Darwis. Aslinya mana Mas?”


Ak: “Banyuwangi Pak.”


PM: “Loh, sama… Saya uga dari Banyuwangi Mas..” (dengan nada senang)


Ak: “Oh ya? Dulu kuliah di mana Pak?”


PM: “Saya kuliah di pertanian UGM Mas… Tapi ya gini, berbisnis, tidak ada hubungannya sama pertanian. Motivasinya apa mas melamar ke sini? Cita-citanya?”


Ak: “Ya saya ingin belajar bisnis Pak. Saya pingin jadi pengusaha.”


PM: “Bagus itu.. Ini tempat yang cocok Mas. Saya harap Mas bisa bergabung dengan kami. Apakah sanggup?”


Ak: “Siap sanggup Pak.”


Aku masih ingat kata-kata yang tidak sengaja aku lontarkan “Siap sanggup” secara dalam keadaan terhimpit seperti terhimpitnya situasi baris-berbaris dalam paskibra.


Oke, ternyata setelah dirembukin bersama, Awan dan Linto tidak berangkat. Elyas atas saranku berangkat juga ke Mojokerto, dengan alasan, siapa tahu kita bisa mengakselerasi perusahaan itu lewat IT-nya, secara aku nggak melihat komputer di ruangan-ruangan kantor itu.


Hari pertama masuk, apa-apa-apa? Ternyata dengan alasan TRAINING, aku disuruh nyales… Owh no.. oh yes… Dengan sedikit agak nyengir dan senyam-senyum, akhirnya aku membawa 2 panci presto di tanganku. Ough… ini pengalamanku menjual door to door untuk pertama kalinya. Kupikir, gak papa lah, mungkin bisa buat bahan cerita anak-cucu.


1 hari, 2 hari, 3 hari, berhari-hari, semakin membosankan saja… Ealah, ternyata pas di jalan (dengan pakaian rapi berdasi), aku ketemu Andik Sugiatmoko, yang pada waktu itu ada penerimaan di kopegtel Mojokerto. Andik cukup memahami, kurang lebih, “Lapo kown Wis?” Ini pas aku bawa 2 panci presto di kiri dan kanan tanganku. Elyas, kalau dilihat dari wajahnya, merasa enjoy saja, tapi kalau dilihat secara psikis, ahak mengkhawatirkan juga menikmati hari-hari kerjanya di situ. Hanya di bayar Rp 10.000,- per hari selama masa training. Bekerja dari pagi sampai malam.


Very stress time. Hari itu hari Jumat (aku lupa apakah bulan Juli atau Agustus 2005). Pada waktu itu rencananya ada rapat dari Personal Manager sekitar ba’da magrib. Aku udah sangat jenuh. Kebetulan pada saat itu, adalah pemotretan untuk calon karyawan. Aku kebagian terakhir kali, karena aku harus meminjam dasi. Aku sudah sangat stress. Setelah difoto, rapat dimulai. Nah, inilah kesempatanku untuk kabur.


Aku bilang ke Elyas bahwa aku ke kos dulu. Aku bilang ke Supervisorku, aku keluar sebentar. Ia mengijinkan… Yuhu… dengan nderedeg dan merasa bebas aku langsung cabuuuttt menuju kos dan mengemasi barang-barang, langsung josss…. entah tujuanku ke mana, yang penting menjauhkan diri dulu dari kantor itu. Alhamdulillah nyampe pertigaan Japanan… Dari situ aku bingung. Aku ke Malang, atau ke Sidoarjo tempat kakak sepupuku. Sudah di atas jam 9 malam, angin kencang, akhirnya kuputuskan untuk ke Sidoarjo saja. Ngebut…. Kakakku kaget, loh kenapa kok ke sini, nggak kerja?


“Aku kabur Mbak…Koncoku tak tinggal” (Elyas, red). Duh mesakke, akhire aku sms Elyas, kalo aku kabur. Elyas pun malah pengen keluar juga.  Akhirnya kita keluar kantor. Kalo saya dengan status kabur, kalo Elyas dengan status ijin tidak melanjutkan pekerjaan di tempat itu lagi, hiks…


Alasan kenapa aku kabur:

  1. Jenuh (tidak memungkinkan jika aku ijin resign, karena sungkan sama PM yang dari banyuwangi itu)
  2. Ijasah mau ditahan
  3. Aku merasa dipermainkan dengan iklan lowongan yang terpasang di koran tersebut dengan posisi admin ternyata sales (hubungannya apa?). Mengakunya perusahaan ekspor-impor, tapi saya lihat tidak ada kegiatan administrasi ekspor-impor. Kalau kita dipermainkan, apa salahnya kalau kita juga memainkan?

Akhirnya aku pulang ajah deh ke Jember…


UJUG-UJUG:


“Wis, nandi kown saiki? Mreneo nang Jogja, kuliah wae, hahaha” —> kurang lebih apa yang diucapkan Linto


“Bang, aku wes nang Jogja iki, daftar kuliah Amikom, gak daftar pisan? Pendaftaran arepe ditutup” —> Elyas sms, kurang lebih seperti itu…


Hufhh…. Bingung… antara ada dan tiada.. Akhirnya ortuku menyarankan kuliah. Ya wes.. aku berangkat…


Jogja… Jogja…



tulisan ini ditulis oleh saudara Darwis Suryantoro

Author
Categories ,

Posted
Comments 26

tadi malem, tengah malam, chat ndak penting ma Ibu satu ini yang lagi di Ibu Kota Republik sana itu. begitulah, chat-nya orang yang setengah sadar setengah linglung, jadinya nglantur ndak jelas plus ndak penting.

emang mbahas apa dev?

itu! mbahas upacara bendera hari senin, mbahas pakai jas almamater atau tidak, kemudian mbahas kelas mana yang harus bertugas dan akhirnya sampai juga disaat kami harus menentukan masuk kelas mana. :D mau ngaku kelas 3 STM ngrasa dah tua banget jadinya bikin kelas 7 aja.

kenapa 7 dev?

kan tahun ini adalah tahun ke 7 sejak kita terdampar di sekulah terlaknat itu kan? bener to?

berhubung saya senang di B, jadi ya saya masuk kelas 7B dan Ibu satu ini ndak tahu kenapa suka di 7A. jadilah 2 kelas dengan 2 siswa. yang lain silahkan daftar masuk kelas mana, terserah situ, suka-suka situ!

asli bahasan ndak penting di saat ndak penting juga. :))

*wes suwe ndak upacara bendera

Author
Categories ,

Posted
Comments 18

Aku iri pada semua pria
Dengan cara berpikir mereka
Dengan semua kepintarannya
Dengan semua ide-ide cemerlangnya
Dengan daya tangkapnya yang luar biasa

Aku iri pada semua pria
Yang bisa tetap pelesir ketika malam tiba
Tak punya batas waktu yang mengikat
Bisa pergi sendiri kemana saja
Tanpa gunjingan orang-orang yang melihat

Aku iri pada semua pria
Dengan semua kesimpelannya
Penampilan yang cuek
Dengan ketidak ribetannya

Aku iri pada semua pria
Yang bisa dengan semaunya
Menunjukkan rasa suka
Mengatakan cintanya
Dan mengobral rayuan gombal

Aku iri pada semua pria
Hanya itu yang bisa aku tuliskan
Hanya itu yang bisa aku katakan
Hanya iri
Tanpa tahu harus berbuat apa

Aku iri pada semua pria…….
Karena aku wanita, aku bukan pria

Daripada sibuk dengan memikirkan keirianku pada pria lebih baik aku banyak bersyukur saja sudah ditakdirkan menjadi wanita, benar-benar wanita, bukan setengah pria setengah wanita

Alhamdulillah, lebih baik bersyukur saja

Aku memuji pria dengan cara yang berbeda ;)

Adakah pria juga punya rasa iri yang sama??

*backsound : if i were a boy by beyonce (yang kepotong bagian belakangnya :( )

Author
Categories

Posted
Comments 5

seperti yang diobrolin sebelumnya lewat email-email dan sudah minta ijin ke yang punya hajat, saya plus 7 kawan lain dari surabaya plus darul & tety (pener ngene nulise rul?) yang udah janjian ndak niat, ndak sanggup buat hadir on time di acara syukuran pernikahannya arin. *)bukan resepsi, tapi syukuran, begitu kata yang punya hajat.

setelah telpun dan sms dengan darul yang berujung darul nyampai duluan di tempate arin (peh! dudul tarahan, tiwas ngentekne pulsa), nyampai juga kami berdelapan di masjid dekat rumanya arin. duduk-duduk bentar yang dilanjut ashar berjamaah yang kok iya dipimpin (bahasa’e koyo’e ra pas) Ayahnya arin. :D setelah sempat dikenali ma Ayahnya arin (ternyata masih ingat (dan masih mengakui) beliau itu sama wajah saya yang tampan ini :D), dipersilahkanlah kami merapat ke arena yang sudah mulai diberesi (ya iyalah! acara jam 10 kok datang jam 16.15?).

ketemu juga ma arin, ma Ibunya ma Ayahnya lagi plus ma rofiq (kayaknya misuanya si arin kalo yang ini). say hello bentar, mendengar Linda tersenyum bahagia karena dipuji ma Ayahnya arin, kemudian duduk manis di teras rumahnya arin. ngobrol-ngobrol diselingi makan berat ma ngomentarin photo akad nikahnya arin. disini, di titik ini, saya yakin arin waktu photo akad nikah itu pakai stunt man.

setelah sedikit puas ngobrol-ngobrol, saatnya sesi photo photo tiba. ya karena datang telat, terpaksa harus nerima dapat photo pengantin bersarung episode 1. :D

img_5905

habis photo-photo lanjut ngobrol-ngobrol lagi. kali ini pindah tempat di depan panggung pelaminan yang mulai kosong. dapat kosakata baru disini, baru denger kalo panggung pelaminan itu, di sudut lain peradaban Indonesia ini bisa juga disebut kuade. :D

saatnya menanggap arin (bahasa yang ndak pas juga kayaknya).

img_5917

linda: rin rin, gimana perasaanmu pas akad nikah?
arin: yooo…. ndredeg
linda & semua: ndredeg’e yo’opo?
arin: ndredeg’e… mari ngene aku wes ra dewe to?
linda: we’e wong… we’e wong… (dengan gaya cengengesan khas linda)
arin: nyapo? pengen ta?
linda: he’e… (dengan wajah mupeng)
semua: (ngakak)
arin: yo mari ngene kowe lin
linda: aminnnnnnn (buanter dewe)

begitulah, sebagian interview dengan arin. dan sepertinya, bintangnya malam itu ndak cuma arin, tapi plus linda. :D

dan kemudian obrolanpun dilanjutkan dengan banyak hal, tentang bagaimana akhirnya bisa sampai ke 27 september 2008, tentang hidung, tentang cerita dibalik pintu, antara bojonegoro dan nganjuk dan juga tentang jenang genderuwo (arin lebih faseh bercerita soal ini dibanding saya, tapi yang jelas, lucu dan menegangkan). ;) kau punya hutang buat cerita ulang soal jenang genderuwo rin!

tapi nyatanya, terlalu banyak yang cerita jika harus diungkap semua disini. yang jelas, sore yang hangat, akhir minggu yang menyenangkan.

yang terakhir, do’a saya buat arin dan rofiq, no matter happens, you must be happy!

PS: berikut list peserta tour de arin wedding kemarin: devie, andung, syaiful & siska (the next?), deppy, kilil, linda & ginanjar (temen satu pabrik aku yang setia di ujung kemudi). plus peserta tambahan yang janjian datang bareng tapi cuman berhasil pulang bareng: darul & tety. how is the next?

Author
Categories ,

Posted
Comments 8


pada awalnya seh sudah tertarik saat pertama keluar ni buku, tapi karena masih banyak stock buku di kamar, ketertarikan itu aku tunda dulu. tapi ternyata penundaan itu ndak bisa begitu lama, anak-anak pada rame di milist ngobrolin buku ini. terpaksa sabtu malam kemarin pukul 20.35 ke Toga Mas Petra di Dharmawangsa (padahal lagi nonton ISL). dapetlah bukunya itu, tapi sayangnya gak ada CDnya sekalian disana. setelah SMS tetangga kosan agak jauh dapetlah info kalo di Aquarius harusnya ada (ya iyalah, Aquarius kan toko lagu?).

tapi sayangnya saya ndak jodo kali ini, begitu nyampai depan Aquarius yang di polisi istimewa itu, lha kok tepat saat mbak’e nutup pintu. :(( ya sudah, berarti emang belum diijinin beli CD ori, Tuhan sepertinya tahu duit saya ndak seberapa. :)) so, sampai di warkop ujung gang email anak-anak buat share album lengkapnya. download’lah saya dari indowebster ketika dah di kosan setelah ujan berenti. untung pulsa AXIS masih ada beberapa ratus ribu, ndak sampai 15 menit (meskipun pakai acara pause and resume buat njaga speed koneksi) selesailah itu lagi di unduh ke kompie.

ternyata apa yang di ucap tetangga kosan yang agak jauh tadi yang ngasih tahu saya dimana dapetin CD itu benar, “sendiri belum cukup, karena dengan berdua bisa saling melengkaai”. tapi ternyata akhirnya kepikiran di belakangan, dia tadi bicara itu soal buku ma CD apa soal pasangan hdup ya? *) kabur menghindari sambitan sendal

jadi kesannya gimana dev ma tuh buku?

kesannya? ndak terlalu istimewa, saya masih suka Rico de Coro di Filosofi Kopi. tapi bukaan prosanya cukup mengena di buku ini, Curhat Buat Sahabat bakal terasa dekat bagi orang-orang yang memiliki sahabat dekat.

o iya, saya belum selesai baca, masih 30% lagi kayaknya. :D

*) tata bahasa saya kembali rusak gara gara Pidi Baiq! arggghhhh………

**) credit gambar ke www.dee-rectoverso.com


Author
Categories

← Older Newer →